A.
Tinjauan
Pustaka Tentang ISPA
1.
Pengertian
ISPA
ISPA merupakan
singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah
ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan
pengertian sebagai berikut. (Depkes RI, 1994)
Infeksi adalah
masuknya, tumbuh dan berkembangbiaknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia.
Infeksi akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.( Depkes RI, 1994)
Dengan demikian
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari,
dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di
setiap bagian saluran pernapasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
(http://www. Litbang.depkes.go.id)
2.
Etiologi
ISPA
Infeksi saluran
pernapasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang
disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis
virus, bakteri dan ricketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain
golongan Miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus
para-influensa), Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. Bakteri penyebab
ISPA antara lain Streptokokus hemolitikus, stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, Korinebakterium diffteria.
Ricketsia penyebab ISPA adalah Koksiela burnetti. Jamur penyebab ISPA adalah Kokiodoides
imitis, Histoplasma kapsulatum, Blastomises dermatitidis, Aspergilus,
Fikomesetes.( Alsagaff, H., Mukty, A., 2002)
Salah satu
penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
melalui saluran pernapasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk
aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa
bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya.
Penyebaran
infeksi melalui aerosol dapat terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin. Adapun
bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa
dari sekresi saluran pernapasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit penyakit yang
melayang di udara). Penyebaran infeksi melalui aerosol dapat terjadi pada waktu
batuk dan bersinbersin.
Penularan juga
dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah
tercemari oleh jasad renik (hand to hand transmission). (Alsagaff, H.,
Mukty, A., 2002)
Selain daripada
itu faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan
ISPA, dimanaventilasi berguna untuk penyediaan udara segar ke dalam dan
pengeluaran udara dari ruang tertutup. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya oksigen dan udara segar di dalam rumah, menyebabkan naiknya
kelembaban udara, selain itu dapat menyebabkan terakumulasinya polutan bahan
pencemar di dalam rumah khususnya kamar tidur sehingga memudahkan terjadinya
penularan. (Umbul, Cw., 2004).
3.
Klasifikasi
ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA pada BALITA
dibagi atas :
a. Berdasarkan
tingkat keperahannya
1) Pneumoni
berat
Bayi kurang dari 1 tahun yang nafasnya
cepat atau dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
digolongkan sebagai pneumonia berat.
Batas nafas cepat untuk golongan umur kurang dari satu (1) tahun yaitu
60 kali per menit atau lebih.
Untuk anak umur 1-4 tahun ditandai
dengan adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam.
2) Pneumoni
Anak dengan nafas cepat dan tidak
disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam klasifikasi sebagai
pneumonia (tidak berat). Patokan nafas cepat adalah 50 kali per menit atau
lebih untuk bayi kurang dari 1 tahun dan untuk anak umur 1-4 tahun adalah 40
kali per menit atau lebih.
3) Bukan
pneumoni
Bayi kurang dari 1 tahun, frekuensi
pernafasan < 60 kali per menit dan tidak mengalami tarikan dinding dada.
Anak umur 1-4 tahun nafasnya tidak cepat dan tidak mengalami tarikan kuat
dinding dada bagian bawah ke dalam.
b. Berdasarkan
anatomi
Menurut anatominya ISPA dibedakan
menjadi ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. Adapun yang menjadi penyakit
ISPA bagian atas adalah : pilek
(nasofaringitis), otitis media, faringitis akut (tonsilitis akut).
Sedangkan yang menjadi penyakit ISPA bagian bawah adalah: laringitis,
bronkitis, pneumonia.
Hampir seluruh kematian karena ISPA pada
anak kecil disebabkan oleh ISPA bagian bawah, yaitu pneumonia. Akan tetapi,
tidak semua infeksi saluran pernafasan bawah akut dapat menjadi serius, sebagai
contoh: bronkitis relatif sering terjadi dan jarang fatal. Sedangkan untuk ISPA
bagian atas mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil. Kunci untuk
mengurangi kematian ISPA adalah dengan memastikan adanya akses yang lebih baik
pada penanganan kasus pneumonia tepat pada waktunya. (Widjaja, 2003)
4.
Pencegahan
penyakit ISPA
Dalam usaha
mencegah penyakit ISPA, peran serta yang aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena ISPA sangat dipengaruhi oleh keadaan
kebersihan lingkungan di dalam dan di luar rumah. Beberapa upaya untuk mencegah
penyakit ISPA adalah: (Depkes RI, 2005)
a. Memberikan
imunisasi yang lengkap pada anak
Untuk
mencegah ISPA dapat dilakukan dengan pemberian imunisaasi yaitu imunisasi
campak pada anak usia 9 bulan.
b. Perbaikan
gizi anak
Dalam
memperbaiki gizi anak, ibu sebaiknya diberikan petunjuk tentang cara-caranya. Keadaan gizi seseorang merupakan suatu faktor
penting bagi timbulnya ISPA.
c. Menjauhkan
anak dari penderita ISPA.
d. Menjaga
agar lingkungan tempat tinggal tetap bersih dan menjaga kebersihan perorangan
5.
Peñatalaksanaan
a. Penatalaksaan
medis
Pemberian
pengobatan secara sistematis.
b. Penatalaksanaan
keperawatan
1) Lakukan
kompres hangat ntuk menurunkan demam
2) Baringkan
bayi dengan posisi miring untuk mengeluarkan secret atau lender.
3) Beri
minum hangat untuk mengurangi batuk pada waktu tidur.
4) Beri
makanan yang bergizi untuk mempercepat proses penyembuhan.
B.
Fakto-Faktor
Yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA
1. Factor agent (bibit penyakit)
Infeksi saluran
pernapasan akut dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia, sedangkan
infeksi bakterial merupakan infeksi virus yang disertai infeksi bakteri
sekunder terutama bila ada epidemi atau pandemi. Kuman penyebab infeksi saluran
pernapasan atas yang sering adalah disebabkan oleh virus yaitu Adenovirus,
dan Miksovirus.( Alsagaff, H., Mukty, A., 2002)
Sementara itu,
kuman penyebab infeksi saluran pernapasan bagian bawah sebagian besar
penyebabnya adalah bakteri yaitu Streptokokus pneumonia dan Haemophylus
influenzae.( Depkes RI, Oktober 2005)
2. Pejamu (Penderita)
a. Umur
Hasil analisis faktor resiko berdasarkan
penelitian Djaja, S (1999) membuktikan faktor usia merupakan salah satu faktor
resiko untuk terjadinya kematian karena pneumonia pada balita yang
sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia,
semakin kecil resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita berusia
muda.(Djaja, S., 1999)
b. Jenis
kelamin
Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja
Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun
2005-2009, anak laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada anak perempuan
untuk terkena ISPA.( Depkes RI, Oktober 2005)
Menurut Glezen dan Denny dikutip dari
penelitian Kartasasmita, CB. (1993),
anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan
anak perempuan.15 Dan berdasarkan hasil penelitian Dewi, N.H. dkk (1996)
didapatkan proporsi kasus balita penderita ISPA terbanyak terdapat jenis
kelamin laki-laki, baik pada kelompok bayi (14,10%) maupun pada kelompok anak
balita (44,87%). (Kushadiwijaya, H., 1996.)
c. Status
ekonomi
Status sosial ekonomi diantaranya
tergantung pada jenis pekerjaan dan dapat berpengaruh pada tingkat penghasilan
seseorang. Pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang
tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang
memadai. Rendahnya kualitas gizi anak
menyebab kan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit
infeksi termasuk pneumonia.(Djaja, S., 1999)
Dalam kehidupan manusia factor ekonomi
memegang peranan penting yang sangat menentukan karena hamper semua aktifitas
hanya dapat dilaksanakan kalau ada dana dan fasilitas. Factor ekonomi merupakan
jantung penggerak yang menentukan prospek dan masa depannya termaksud di dalam
pembinaan langsung masa depan anak-anak.(Notoatmojo, 2002)
Factor ekonomi adalah tingkat pendapatan
perkapita dalam setiap bulan yang dapat diklasifikasi berdasarkan standar
pendapatan Sulawesi tenggara yaitu :
1) Sangat
tinggi : Bila pendapatan
perkapita > Rp 1.200.000
2) Tinggi : Bila pendapatan
perkapita > Rp 600.000-Rp 1.200.000
3) Menengah : Bila pendapatan perkapita
> Rp 350.000-Rp 600.000
4) Rendah : Bila pendapatan
perkapita > Rp 200.000-Rp 350.000
(BPS
SULTRA 2007)
d. Status
gizi
Defisiensi gizi sering dihubungkan
dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa
cara yaitu: mempengaruhi nafsu makan,
dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/muntah-muntah
atau mempengaruhi metabolisme makanan. Secara umum, defisiensi gizi sering
merupakan awal dari gangguan sistem kekebalan.
Keadaan gizi buruk muncul sebagai faktor
risiko yang penting untuk ISPA. Menurut Martin yang dikutip oleh Djaja (1999),
membuktikan adanya hubungan antara gizi buruk dengan infeksi paru sehingga
anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat ISPA.
Menurut Kartasasmita (1993), diketahui
bahwa prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada anak dengan status gizi
kurang. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa malnutrisi merupakan
faktor risiko penting untuk ISPA. Anak yang menderita malnutrisi berat dan
kronis lebih sering terkena ISPA dibandingkan anak dengan berat badan normal.
Adapun pengukuran antropometrik pada
BALIT antara lain :
1) Pengukuran
badan menurut umur
2) Pengukuran
tinggi badan menurut umur
3) Pengukuran
berat badan berdasrkan tinggi badan
4) Pengukuran
lngkar lengan menurut umur.
Berdasarkan ukuran baku media WHO-NCHS,
penggolongan status indeks antropometrik seperti yang tercantum dalam table
berikut :
Status gizi
|
Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan
antropometri
|
|||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
LLA/U
|
|
Gizi buruk
|
≤ 60 %
|
≤ 70 %
|
≤ 80 %
|
≤ 70 %
|
Gizi kurang
|
61 – 80 %
|
71-85 %
|
81-90 %
|
41-85 %
|
Gizi bsik
|
81-120 %
|
86 -120 %
|
91-120 %
|
85-120 %
|
Gizi lebih
|
≥ 120 %
|
≥ 120 %
|
≥ 120 %
|
≥ 120 %
|
(Supariasa, 2001)
e. Berat
badan lahir rendah (BBLR)
Berdasarkan pada Pedoman Rencana Kerja
Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun
2005-2009, bayi yang memiliki berat badan lahir rendah memiliki resiko lebih
tinggi untuk terkena ISPA dari pada bayi dengan berat badan lahir
normal.(Depkes RI, Oktober 2005)
f. Imunisasi
Bayi dan anak tergolong kelompok
berisiko tinggi terhadap penularan penyakit.
Oleh karena itu, diupayakan imunisasi yang tujuannya mencegah timbulnya
penyakit. Banyak penyakit infeksi yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Sesuai dengan program pemerintah (Depkes)
seorang anak diharuskan imunisasi terhadap 6 jenis penyakit utama yaitu TBC,
Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio dan Campak. Selain untuk pencegahan penyakit
menular, imunisasi pada anak juga merupakan pemenuhan kebutuhan anak untuk
menunjang proses tumbuh kembang yang ideal. (Lestari, W., 1997)
3. Factor lingkungan
Kondisi
kesehatan lingkungan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menjadi faktor timbulnya penyakit ISPA. Menurut Achmadi, yang dikutip oleh
Chahaya (2005) kelembaban udara dalam rumah berkaitan erat dengan ventilasi
yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Udara yang lembab akan menimbulkan
gangguan kesehatan penghuninya terutama gangguan pernafasan. Bila kelembaban
ruangan makin tinggi, ini merupakan sarana perkembangbiakan yang baik untuk
bakteri sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit ISPA.
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya ISPA antara lain:
a. Kepadatan
hunian
Kepadatan di dalam kamar terutama kamar
balita yang tidak sesuai dengan standar akan menimbulkan ruangan penuh sesak
sehingga oksigen berkurang dan CO2 meningkat dalam ruangan tersebut. Kepadatan
hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak
jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam rumah mengalami
pencemaran (Cahaya, I., Nurmaini, 2005). Agar terhindar dari penyakit saluran
pernafasan, maka ukuran ruang tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang yang berumur
di atas 5 tahun atau untuk orang dewasa, dan untuk anak umur di bawah lima
tahun minumal 4,5 m3, sedangkan luas lantai minimal 3,5 m2 untuk setiap orang
dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2,75 m. (Sanropie dkk, 1991)
Menurut Soekidjo (1995) dikutip dari
penelitian Indra Cahaya dkk (2005), luas bangunan yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuni ini tidaklah sehat karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen dan memudahkan penularan penyakit infeksi. (Cahaya, I., Nurmaini, 2005)
b. Ventilasi
Ventilasi sangat menentukan kualitas
udara dalam rumah karena dengan ventilasi yang cukup akan memungkinkan
lancarnya sirkulasi udara dalam rumah dan masuknya sinar matahari yang dapat
membunuh bakteri. Untuk mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi
minimal 10 persen dari luas lantai.
Menurut Lubis (1985) ventilasi yang
cukup berguna untuk menghindarkan dari pengaruh buruk yang dapat merugikan
kesehatan manusia. Dengan ventilasi yang baik akan terjadi gerakan angin dan
pertukaran udara bersih yang lancar (cross ventilation). Kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara segar di dalam rumah, menyebabkan
naiknya kelembaban udara, selain itu dapat menyebabkan terakumulasinya polutan
bahan pencemar di dalam rumah khususnya kamar tidur sehingga memudahkan
terjadinya penularan penyakit terutama gangguan pernapasan.(Cahaya, I.,
Nurmaini, 2005)
C.
Tinjauan
Tentang Anak Balita
1.
Pengertian
Anak
balita adalah anak yang berusia dibawah lima tahun (1-5 tahun) merupakan
kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat sehingga membutuhkan zat-zat
gizi yang tinggi / kg berat badan. Anak balita ini justru kelompok umur yang
paling sering menderita penyakit akibat kekurangan gizi, dalam hal ini
kekurangan energy protein. (Sedia Oetama, 1996 :239).
Beberapa
factor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang anak
balita yaitu ispa, angka kesakitan mencerimkan keadaan yang sesungguhnya karena
penyebab utamanya berhubungan dengan lingkungan (perumahan, kebersihan
lingkungan, dan polusi udara) kemiskinan, kurang gizi.(Somalinggi, 1999:33).
Anak
balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa
kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan
kesehatan antara lain sebagai berikut :
a. Anak
balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa.
b. Biasanya
anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh
c. Anak
balita sudah mulai main di tanah dan sudah dapat main di luar rumah, sehingga
lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk
terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
d. Anak
balita belum dapat mengurus diri sendiri, termaksud dalam memilih makanan.
Dipihak lain ibunya sudah tidak begitu memperhatikan lagi makanan anak balita
karena dianggap sudah dapat makan sendiri. (Notoatmojo, 2003 : 202)
2.
Perkembangan yang terjadi pada anak
balita
a. Usia
12 – 18 bulan
1) Berjalan
dan mengekplorasi rumah dan sekeliling rumah.
2) Menyusun
2 atau 3 kotak.
3) Dapat
mengatakan 5 -10 kata.
4) Memperlihatkan
rasa cemburu dan rasa bersaing.
b. Usia
18- 24 bulan
1) Naik
turun tangga.
2) Menyusun
6 kotak
3) Menunjuk
mata dan hidung
4) Menyusun
2 kata
5) Belajar
makan sendiri.
6) Menggambar
garis di kertas atau di pasir.
7) Mulai
mengontrol buang air besar dan buang air kecil.
8) Menaruh
minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang- orang yang lebih besar.
9) Memperlihatkan
minat pada anak lain dan bermain-main dengan mereka.
c. Usia
2-3 tahun
1) Belajar
melompat dan memanjat.
2) Membuat
jembatan dengan 3 kotak
3) Mampu
menyusun kalimat.
4) Mempergunakan
kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang diajukan kepadanya.
5) Menggambar
lingkaran.
6) Bermain
bersama anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar keluarganya.
d. Usia
3-4 tahun
1) Berjalan-jalan
sendiri mengunjungi tetangga.
2) Berjalan
pada jari kaki.
3) Belajar
berpakaian dan membuka pakaian sendiri.
4) Menggambar
garis silang.
5) Menggambar
orang hanya kepala dan badan.
6) Mengenal
2 atau 3 warna.
7) Bicara
dengan baik.
8) Menyebut
namanya, jenis kelamin dan umurnya.
9) Banyak
bertanya.
10) Bertanya
bagaimana anak dilahirkan.
11) Mengenal
sisi atas, bawah, depan, dan belakang.
12) Mendengar
cerita.
13) Bermain
dengan anak lain.
14) Menunjukan
rasa sayang kepada sudara-saudaranya.
15) Dapat
melaksanakan tugas-tugas sederhana.
e. Usia
4-5 tahun
1) Melompat
dan menari.
2) Menggambar
orang terdiri dari kepala, lengan dan badan.
3) Menggambar
segi empat dan segi tiga.
4) Pandai
bicara dan menghitung jari.
5) Dapat
menyebutkan nama-nama hari dalam seminggu.
6) Mendengar
dan mengulang hal-hal penting dalam cerita.
7) Minat
pada kata baru dan artinya.
8) Memprotes
bila dilarang apa yang dia inginkan.
9) Mengenal
4 warna.
10) Memperkirakan
bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil.
11) Menaruh
minat kepada aktivitas orang dewasa.
D.
Tinjauan
tentang puskesmas
1.
Pengertian
Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas
merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD).
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
dinas kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo,
2007).
2.
Fungsi
dan Tanggung Jawab Puskesmas
a.
Fungsi
1)
Sebagai pusat
pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2)
Membina peran
serta masyarakat di wilyah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk
hidup sehat.
3)
Memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat wilayah kerjanya
(Depkes, 1992).
b.
Tanggung jawab
Puskesmas
hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai dengan kemampuannya.
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi
apabila disatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung
jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep
wilayah (desa, kelurahan, RW), dan masing-masing puskesmastersebut secara operasional
bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota (Sulastomo,
2007).
3.
Visi
dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan
sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran
masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui penbangunan
kesehatan, yakni masyarakat yang hidup didalam lingkungan dengan perilaku
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya
(Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi
pembangunan kesehatan nasional, yaitu:
a.
Menggerakkan
pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
b.
Mendorong
kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
c.
Memelihara dan
meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan puskesmas.
d.
Memelihara dan meningkatkan
kesehatan per orangan, keluarga, dan masyarakat, serta lingkungannya (Depkes
RI, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar